A little bit of heaven with 4 Ksatria

4 ksatria dalam bayang kebahagian

Hari ini saya bolos les dulu :D selain masih belum fit, saya juga masih ingin menikmati euforia dr liburan selama 4 hari. Mumpung masih ingat, saya mau berbagi informasi mengenai perjalan liburan saya bersama 3 ksatria lainnya. Kami berempat mahasiswa tangguh dengan perjalanan tanpa batas ingin menikmati dunia luar. Sejenak istirahat dari rutinitas padat yang begitu membelenggu (*ehem). Dimulai dari tiket promo Air Asia yang mengepakkan sayap murahnya menuju ke pulau Celebes. Mba Devi kemudian mengajak liburan bersama keliling kota Makassar. Tugas yang harus selesai 2 minggu kedepan akhirnya saya rampungkan selama seminggu kerja lembur. Lumayan, ajakan liburnya cukup menggiurkan. Saya kemudian mencoba mengatur jadwal dengan menyesuaikan kedatangan mba Devi dan seorang temannya Kak Barnash. 2 ksatria ini rupanya ingin sejenak beristirahat dari hiruk pikuk kota Jakarta. 

Cuaca di Makassar tidak sangat tidak mendukung. Seminggu sebelum kedatangan mereka, Sulawesi terjadi banjir dimana-mana. beberapa jalur yang menjadi destinasi kami terputus akibat sungai yang meluber. Tapi saya keep in touch dengan mba Devi. Mengabarkan rencana perjalanan kami. Walaupun hujan tak pernah berhenti namun derasnya mulai berkurang. 

The 1st DAY 25 Januari 2013
Tepat pukul 00:55 dini hari ketika pesawat Air Asia mendarat di kota Makassar. Saya bersama Tiar telah menunggu selama 10 menit ketika tulisan di layar berganti menjadi landed dan berkedip-kedip warna merah. Saya kemudian celingak celinguk mencari wajah yang saya temui 2 tahun kemarin dalam lomba debat bahasa Inggris. Dan akhirnya ketemu juga !. Berpelukan dan rasa kangen itu mulai hilang berganti rasa tak sabar menyambut datangnya pagi. Dalam perjalanan pulang, 3 ksatria dan seorang pangeran mampir dulu di Songkolo Begadang Pannara'. Menurut saya ini salah satu makanan khas Makassar yang susah di temui di tempat lain. Cukup 5 ribu perut sudah dimanjakan dengan rasa ikan kering yang garing, sedikit manis dan campuran kelapa yang terasa khas. tempat ini buka 24 jam. 

Saya lalu mempersilahkan 2 ksatria untuk beristirahat sebelum memulai petualangan. Tepat pukul 03:00 dini hari lampu padam dan entah kapan akan menyala. Sepertinya memberi sinyal untuk beristirahat dan bergabung dengan ksatria lainnya di alam mimpi. Rupanya mba Devi juga belum tidur. Dan mulai beristirahat saat lampu padam. 

Pukul 09:00, disaat matahari mulai terik kami melangkahkan kaki mencari angkutan umum menuju Bantingmurung. Saya sebenarnya kurang ahli dalam menentukan jalur angkutan umum (read: pete2). Modal tanya kiri kanan, saya dan 2 ksatria lainnya akhirnya tiba setelah berganti 4 kali angkutan. Jalur Antang lalu Daya menuju pete2 Maros dan terakhir pete2 Bantingmurung dengan total biaya untuk pete2 adalah 17 ribu. Kami kemudian turun tepat di depan gerbang masuk dan membayar 15 ribu. Untungnya kami wisatawan domestik, wisatawan dari luar harus merogoh 50 ribu untuk menebus gerbang menuju air terjun Bantingmurung ini. Sayangnya karena hujan baru berhenti hari ini, aliran air terjun menjadi sangat deras. Padahal berangkat dari rumah, kami telah menyiapkan pakaian ganti. Selain deras airnya juga sagat keruh. Oia, kami bertemu dengan 1 ksatria lagi. Namanya "Tadhi", kalo menyebutkan namanya seperti sedang menyebutkan sesuatu yang telah berlalu, bisa jadi ambigu jadinya. heheheh. Oke, sekarang kami telah lengkap menjadi 4 ksatria. Ksatria Devi, ksatria Barnash, Ksatria Tadhi, dan ksatria Jessica, huahahahahaha. Kami berempat lalu menyusuri gua di Bantingmurung. Karena lupa bawa senter, kami akhirnya menyewa dengan harga 10 ribu untuk 1 senter. Menjelang waktu sholat dhuhur, keempat ksatria berjalan keluar. Namun saya dan mba Devi terhenti untuk bersih2 di pinggir aliran air terjun dari bekas lumpur di dalam gua gelap.
Keempat Ksatria (saya, mba Devi, Kak Barnash, Taadhi) dengan latar belakang pegunungan Bantingmurung

Pukul 03:00 sore 4 ksatria akhirnya meninggalkan Bantingmurung. Karena tidak ada angkutan yang langsung keluar dari Bantingmurung, akhirnya kami berjalan sambil ngesot :D. Beristirahat sejenak di rumah saya sebelum menuju ke tempat pemberangkatan berikutnya. Tepat pukul 8 p.m kami meninggalkan rumah menuju tempat pemberangkatan bis menuju kota Toraja. Harga tiket 100 ribu per orang. Dan beruntungnya karena bis dengan harga fasilitas 100 ribu tidak tersedia, akhirnya dengan senang hati kami bertiga menikmati fasilitas bis dengan harga 120 ribu per orang tanpa ada tambahan pembayaran :D duuuhhhh suenangnya. Sayangnya ksatria Tadhi tidak bisa ikut bersama kami. Perjalan pun dimulai.

The 2nd DAY 26 Januari 2013
Bus berhenti di pusat pertokoan Rantepao kota Toraja ketika jam menunjukkan pukul 6 a.m. Masih terlalu pagi untuk memulai perjalanan keliling kota yang terkenal dengan suasana funeral-nya. Ksatria Barnash terserang demam. Gawat !! tapi dengan segelas teh hangat, suhu tubuhnya mulai kembali normal. Saya kemudian mencoba menghubungi junior saya yang sedang berada d Toraja. Tidak lama setelah sms terkirim, muncullah Egi tampak dari kejauhan sedang mengayuh sepedanya menuju ke arah kami bertiga.  Kuajak dia untuk sarapan bersama kami. Sarapan bubur ayam seharga 5 ribu cukup untuk mengganjal perut kami. Kami lalu melanjutkan perjalanan dengan menggunakan ojek dan motor rental yang telah kami sewa untuk perjalanan kami 1 hari. Ojek kami sewa 100 ribu untuk kak Barnash, berhubung ksatria ini kurang enak badan, sedangkan mba Devi dan saya menggunakan motor rental yang kami bayar 60 ribu untuk keliling tempat wisata.

The 1st destination. Menuju Ketekesu yang merupakan pusat tempat perayaan rambusolo atau acara kematian. Di tempat ini berdiri banyak pemondokan untuk menjamu tamu selagi acara dilangsungkan. Pegunungan yang digunakan sebagai tempat pemakaman terletak dibelakang jajaran rumah adat Toraja. Untuk masuk tempat wisata ini kami membayar 10 ribu per orang


Ketekesu

The 2nd destination. Perjalanan kami lanjutkan menuju ke tempat wisata di daerah Sangalla. Kami mengunjungi sebuah pohon yang dijadikan untuk pemakaman bayi. Biaya karcis masuk sebesar 10 ribu rupiah per orang dan kami disuguhi pemandangan sebuah pohon yang telah di lubangi dan kemudian ditutup dengan kayu yang telah dirangkai. Anehnya walaupun di dalam terdapat mayat, tetapi tidak ada bau aneh seperti perkiraan saya. Saya dan ksatria Barnash kemudian memilih untuk beristirahat sejenak di bawah lumbung yang berbentuk rumah adat Tongkonan. 30 menit ternyata sukses membuat rasa lelah hilang.

Baby grave di daerah Sangalla



The 3rd destination. Kami menuju ke Lemo untuk melihat pegunungan yang dijadikan makam bagi orang Toraja. Dengan harga tiket masuk 10 ribu per orang kami dapat menikmati pemandangan serupa dengan ketekesu. Di depan pegunungan masih terlihat 2 rumah-rumah kecil berbentuk tonggkonan yang digunakan untuk mengangkut jenazah dari rumah ke pegunungan. Lalu dengan berjalan kaki ke arah lainnya dapat ditemukan pembuat patung untuk orang meninggal yang dapat dipesan sesuai dengan kemiripan wajahnya. Harganya mulai 18 jutaan.



3 ksatria dengan latar belakang pemakaman di daerah lemo

The 4th destination, dari wisata Lemo, 3 ksatria lalu melanjutkan perjalanan ke Londa. Kami menyewa sebuah lentera dan guide 35 ribu dan tiket masuk 10 ribu per orang.  Rasanya kurang afdol ke Toraja kalo tidak mampir ke Londa. Di dalam gua terdapat 2 kerangka kepala sepasang kekasih yang hubungannya tidak direstui dan nekat bunuh diri. Londa sama halnya dengan Lemo, yang merupakan perkuburan di dalam gua2 diatas gunung. Di Londa kami bertiga nekat menerobos lorong gua yang begitu sempit. Alhasil kami merasakan pengapnya berada di gua sempit dan harus merangkak lebih dari 25 meter. Keluar dari gua ksatria Barnash meminta waktu beristirahat dan berbaring di tempat duduk panjang mengistirahatkan diri. Demamnya sudah hilang. Sedangkan ksatria Devi, masih asyik foto-foto di sekitar Londa. Saya sendiri, masih tepar, mengingat telah menerobos gua sempit sambil merangkak.

3 ksatria di dalam gua Londa
The 4th destination Terus berkeliling kota Toraja rupanya menguras tenaga. Kami lalu menuju kerumah Egy, yang ternyata merupakan restauran yang terletak di tengah kota rantepao depan apotek Marannu. Kami bersyukur, makan siang ini disponsori oleh dia, jadi kami makan gratis. Alhamdulillah. Untuk muslim, rumah makan ini halal 100%. Menunya juga enak, khas buatan rumah. Membuat setiap orang yang merasakannya menjadi rindu pulang ke rumah. hehehehehhe. Stelah makan kami beristirahat di rumahnya yang mungil terpisah dari rumah utama tempat dia dan keluarganya tinggal. Jadi Egy memiliki banyak rumah di Rantepao. Kemungkinan dia keturunan ke 5 juragan tanah di Rantepao, xiixixixix. 
Foto Egy menyiapakan makan siang gratis, *paparazzi version

The 5th destination Setelah beristirahat kami lalu melanjutkan perjalanan menuju tempat dilakukannya acara rambusolo. Kami menggunakan sitor (taksi motor) yang biasa disebut bentor (becak motor). Sayangnya karena terlambat datang, kami hanya mendapat penjelasan dari anak almarhumah. Beliau menjelaskan secara detil tentang tata cara pelaksanaan pesta kematian.



Bersama anak almarhumah, berpose di samping batang yang ditancapkan sebagai tanda pemotongan 12 tedong (kerbau)




Destinasi kota Toraja pun tidak berhenti disini. Setelah masuk waktu maghrib, sembari menunggu bus yang akan mengantarkan 3 ksatria menuju kota Makassar, ditemani kak Nila dan Kak Okta kami mengelilingi pusat pertokoan Rantepao untuk mencari makan malam dan belanja sedikit ole2. Kami lalu beristirahat di perwakilan bus dan berangkat pukul setengah 9. Bus nya tidak senyaman bus yang memberangkatkan kami ke Toraja. Harganya 100 ribu dan sesuai dengan fasilitasnya. Namun karena lelah, saya tertidur sepanjang jalan.

The 3rd DAY 27 Januari 2013
Saya tidak menyadari ketika bus telah memasuki gerbang kota Makassar. Beruntung ksatria Barnash membangunkan saya. Karena tiba terlalu subuh, maka saya lalu mengambil taksi untuk pulang ke rumah dulu sebelum melanjutkan perjalanan menuju Kota Bulukumba untuk menikmati pantai Bira. Ongkos taksi 20 ribu sebenarnya tidak masuk hitungan saya, namun karena suasana yang masih gelap tidak memungkinkan kami menunggu ksatria Taadhi di depan Mtos seperti rencana awalnya. Beristirahat sejenak, lalu kami berangkat ke terminal Malengkeri dengan menggunakan 2 kali ganti angkutan umum. Setiap angkutan membutuhkan ongkos 3-4 ribu per orang. Sesampainya di Malengkeri, kami telah bertemu dengan ksatria Taadhi yang terlebih dahulu telah melakukan negosiasi dengan angkutan menuju Bira tanpa transit di terminal Bulukumba. Dengan biaya 50 ribu kami berempat duduk berdesak-desakan di barisan paling belakang dalam mobil Innova.

Tetap senyum walau tidak memungkinkan untuk koprol :D
 Menempuh perjalanan selama 5 jam menuju pantai Bira, kami mampir sejenak di Kota Jene'ponto untuk santap siang. Bakso seharga 10 ribu menjadi pilihan saya. Butuh yang berkuah dan terasa hangat, sepertinya saya masuk angin. Kami menginjakkan kaki di Pantai Bira ketika jam telah menunjukkan jam 3. Kami menjatuhkan pilihan pada penginapan Riswan untuk menghabiskan semalam di kawasan Bira. Dengan merogoh kocek 100 ribu perkamar, kami dapat memiliki 2 kamar yang dihuni masing-masing 2 ksatria. Tentunya saya sekamar dengan ksatria Devi. Setelah menyantap bekal yang kami bawa dari Makassar, serantang Nasi dan lauk, kami lalu menuju pantai dan berenang sesuka hati hingga menjelang maghrib. Tidak banyak berubah dari kawasan pantai Bira. Tetap terlihat anggun dengan hamparan pasir putih dan laut jernih yang terbentang luas. Kami menghabiskan waktu dengan berenang hingga maghrib menyapa. Sayangnya tidak ada sunset hari ini. Awan menutup matahari yang akan tenggelam menuju belahan dunia lainnya. Tapi kami, keempat ksatria tetap bersyukur hari ini tak ada hujan. Malam harinya kami habiskan dengan dinner di pinggir laut. Sisa bekal dan pop mie seharga 6 ribu rupiah cukup mengenyangkan. Kami juga membeli sebotol air mineral besar seharga 5 ribu. Lalu melalui malam di kamar masing-masing. Bukan wanita namanya jika tak ada sesi curhat-curhatan. Pertanyaan yang meluncur dari ksatria Devi adalah, kapan saya merasa sedih ?, hahahahahha. Tak perlu dibahas sebenarnya. Mencoba melupakan hal yang tidak penting dengan berhenti membahasnya adalah pilihan yang tepat :)

The 4th DAY 28 Januari 2013

Terbangun dari tidur yang lelap, saya lalu mencoba ke pinggir pantai untuk menghampiri nelayan yang baru saja pulang dari menangkap ikan. Saya bermaksud membeli ikan fresh hasil tangkapannya. Sayangnya hari ini nelayan bersandar di pelabuhan yang menurut saya cukup jauh untuk ditempuh dengan jalan kaki. Ibu pemilik rumah kemudian menawarkan kami ikan hasil tangkapan pak Riswan kemarin. Masih fresh dan terlihat lezat untuk disantap. Kami mengumpulkan uang 80 ribu untuk 2 ekor ikan, sebakul nasi dan campuran sambel buatan mba Fitri. Dia seorang wanita yang numpang di rumah pak Riswan. Sembari menunggu ikan dibakar, kami berjalan menyusuri pantai. Kami berjalan cukup jauh dan kembali ketika perut telah keroncongan. Makanan juga telah sia disantap. Mmm yummiii... Setelah makan kami berenang sejenak, menikmati air laut sebelum beranjak pulang meninggalkan Pantai Bira.
4 Ksatria menikmati pantai Bira

Pukul 10 pagi kami meninggalkan penginapan menuju Kota Makassar. Ongkos mobil tetap sama, 50 ribu. Tapi kali ini kami duduk agak lowong karena bisa memilih barisan tengah dan belakang. Berhubung penumpangnya tidak mencapai batas maksimal seperti mobil pertama. Duh senangnya. Sesampainya di terminal Malengkeri kota Makassar, kami lalu mengambil angkutan umum untuk menuju jalan Gunung bawakaraeng. Ongkosnya masih tetap 3 ribu per orang. Andre, seorang pangeran yang juga teman dari ksatria Taadhi telah siap mengantar kami berkeliling kota Makassar menggunakan mobil sedannya. Kami lalu menuju coto Nusantara, pantai Akkarena, sholat di mesjid terapung, berkeliling pantai losari dan menuju toko Ujung di jalan sumbo opu untuk beli ole-ole. Perjalan terakhir menuju kerumah saya untuk final packing sebelum menuju ke kota Jakarta. Ksatria Taadhi dan Pangeran Andre harus pulang terlebih dahulu, jadi kami berpisah di tugu adipura setelah packing dirumah saya. Perjalanan lalu kami lanjutkan dengan pete-pete Daya menuju bandara. Beruntung karena bapaknya bisa diajak negosiasi dan mengantarkan kami hingga gerbang Bandara dengan ongkos 4 ribu per orang. 2 ksatria lalu melanjutkan perjalanan menuju gerbang keberangkatan dengan bus gratis yang standby setiap 25 menit ke dalam bandara. Hampir saja kami terjebak dengan taksi seharga 40 ribu. hehehehehe.

Taman bermain Akkarena bersama pangeran Andre

Mesjid Amirul Mukminin di daerah pantai Losari

LAST but NOT LEAST Ada banyak tempat yang telah kita kunjungi di Sulawesi Selatan. Ada banyak cerita yang kita ciptakan di kehidupan masing-masing. Terimakasih telah menjadi bagian dari liburan berharga kali ini.
 twitter para ksatria
mention us here : @icha_ahdan @taadhi @barnash_donks @cheesemozarella
 Miss u and See U soon !!

Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

Mr. Athirah and Katy :)

si JUDES yang pelit !!

HORRIBLE TIME FOR FLORIST !