Saatnya Berhenti Berjuang (?)

Sabtu adalah hari yang ditunggu-tunggu. Akhirnya, sate yang kami jual akan di delivery pada pagi ini. Anti, yang telah menginap dirumah semenjak Jumat malam sangat antusias untuk menggenapi target penjualan. Sabtu subuh, tidak hanya saya dan anti yang antusias. Ibu saya yang biasanya sibuk dengan pekerjaan rumah, ikut serta mengatur sate jualan. We all are really excited.

"Dulu juga begini kubikin sama teman-temanku, karena banyak ka bersaudara jadi nd bisa minta uang terus" Ada maksud nostalgia rupanya ketika ibu dengan cekatan memasukkan 40 paket sate ke dalam dos-dos besar.


"Anti, nd bisa ko bawaki ini pakai motor, nanti separuh dlu terus kuantar separuh ke Tello. Nanti kuambil kalau selesai mi ko antar separuh" Ibu menjelaskan panjang lebar dan kita berdua setuju dengan strategi itu.

Anti dan saya lalu melaju diatas motor, dengan dos besar ditengah boncengan. Sesekali harus berhenti untuk mengecek alamat yang dituju. Panasnya matahari,tidak menyurutkan semangat untuk mengantar 37 paket sate ketika matahari tepat diatas kepala.

"Berhenti mki dlu kak, beli minum mki dulu di Indomaret"

Kami memasuki Indomaret dan bertahan sejenak untuk mengembalikan tenaga yang habis dimangsa liarnya mentari siang itu.
Masih senyum karena masih antaran pertama :D
"Deeeeeh, Anti liakko komennya anak-anak di grup Line yang sudah diantarkan sate. Alhamdulillah enak ji bedeng"

Dan Akhirnya kami menyerah setelah terisa 3 pack sate di dalam dos besar.

"Anti sudah mi dulu, nanti cukup ki uangta tapi sakit jki"

Setelah sate laku terjual, kami kemudian melunasi uang pendaftaran konferensi yang akan kami ikuti. Tidak sabar menunggu hingga hari Rabu.

"Kak, nda jadi ka berangkat"
"Ih apa nabilang ini, weeee jangko menyerah!"
"Deh kak, dosen ku bela mau bimbingan, baru nda cukup pi juga uangta"
"Deh sini mko anti pesan tiket baru berangkat ki"

Tiket penerbangan Lion akhirnya ditangan.

"Anti ini rute paling murah, Surabaya terus bus ke Semarang"

Semangat tawaf di mall dengan kerel yang super besar
Tiba di Surabaya kami lalu disambut Yuyun yang telah lebih dulu menikmati hiruk pikuk kota Semarang.

"Jam 10 pi bus ta toh? Nonton mki dulu kak, saya pi traktir ki. Kutau ji rasanya jadi pengembara"

Kami berempat bersama Wahyu, adik Yuyun kemudian berakhir di ruangan bioskop dengan tentengan tas kerel besar warna orange.

Setelah selesai nonton jam 8, kami kemudian kembali ke terminal untuk melanjutkan perjalanan ke Semarang.

A dream deserve a fighter.
"Sholat meki dulu di' terus makan ki supaya tenang-tenangki naik bus"

Kami berdua kemudian menikmati makan malam di sebuah kedai kecil di terminal.

"Anti kenapa lain gambarnya sama yang dikasi"

Setelah selesai dengan bersih-bersih dan makan malam, kami menuju bus Semarang yang terparkir diantara ramenya jajaran bus lainnya.

"Kak pindah ki kebelakang deh, nda bisa lurus kaki ku disini"

Saya kemudian mengikuti Anti menuju tempat duduk belakang. Saya terbangun beberapakali karena merasakan si supir melaju terlalu cepat. Namun, karena rasa kantuk yang berlebihan, saya mengalah dan tetap terlelap hingga terasa tubrukan keras menghantam bus dari bagian depan.

Saya terbangun dan merasakan sakit dikepala yang luar biasa. Kulihat darah segar yang menyebar ke punggung tangan kanan.

Bus yang kami tumpangi terbalik 90 derajat.
"Allahuakbar...Allahuakbar" saya menggigil dan gemetaran. Kupunguti tas kecil yang berisi barang-barang beharga.

"ANTI....ANTIIIIII AMBIL SEMUANYA...TAS MU.... ANTIII..." saya histeris dan tidak sempat mengingat. Tidak berhenti disitu, rasa panik bertambah ketika bau bensin mulai menjalar kedalam bus. Salah satu penumpang mendobrak pintu darurat di atas atap bus.

Anti masih setengah sadar tidak terlalu menyadari keadaan bus yang terbalik dan terseret 20 meter. Saya masih menggigil, kuminta alat sholat untuk melaksanakan sholat subuh dan saya sadar darah dari jidat kiri  ikut mengalir. Astagfirullah, benjolan besar dijidat kiri terasa betul sakitnya. Sujud pun hanya bisa setengah. Saya lalu dibawa kerumah sakit, karena benjolan semakin besar.


Saya melarikan diri dari rumah sakit, merasa pelayanan yang kurang memadai, dan rasa sakit yang sudah berkurang, saya kemudian menuju ke bus yang telah dibalik ke posisi semula.

Tas kerel yang berada di bagasi kiri akhirnya bisa dikeluarkan. Terlihat jelas kursi yang hampir kami duduki hancur berantakan. Anti dan saya hampir saja duduk di kursi itu. Kami kemudian dievakuasi menggunakan bus lainnya yang menuju terminal Terboyo Semarang. Rasa syukur tidak henti-hentinya kupanjatkan. Sesampainya di Terboyo saya kemudian mengambil gojek menuju hotel tempat konferensi.

Saya mungkin masih butuh waktu untuk kembali menggunakan jasa bus, tapi ini belum waktu yang tepat untuk berhenti bermimpi.

Alhamdulillah, it was a hard wake up call....



Comments

Popular posts from this blog

Mr. Athirah and Katy :)

si JUDES yang pelit !!

HORRIBLE TIME FOR FLORIST !